16 October, 2025, 7:19 pm

Artikel

5 Mitos dan Fakta tentang Obesitas. Jangan Salah Kaprah Ya!

Obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yan digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama (WHO, 2000).
 
Kemenkes RI mengatakan bahwa kasus obesitas di Indonesia, kian hari kian meningkat. Berdasarkan data dari Kemenkes, 1 dari 3 orang dewasa mengalami obesitas, dan 1 dari 5 anak usisa 5 – 12 tahun mengalami kelebihan berat badan aau obesitas.
 
Penyebab obesitas diantaranya pola makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik  dan juga faktor lain seperti faktor genetik, ketidakseimbangan hormonal, terapi obat tertentu seperti kortikosteroid, kontrasepsi oral, gangguan psikologis (stress), dan kondisi medis lainnya.
 
Obesitas merupakan masalah kesehatan yang sangat perlu diperhatikan, karena dapat meningkatkan risiko penyakit berbahaya. Menurut Kemenkes RI, obesitas berisiko 2 kali lipat mengakibatkan terjadinya serangan jantung koroner, stroke, diabetes melitus (kencing manis), dan hipertensi (tekanan darah tinggi).
 
Namun, saat ini banyaknya mitos yang beredar mengenai obesitas. Bahkan tidak sedikit yang dapat berdampak buruk pada kesehatan mental.
 
Berikut 5 mitos terkait obesitas yang perlu diluruskan. Jangan sampai salah kaprah lagi Ya!
 
Mitos #1 Obesitas Disebabkan oleh Pilihan Gaya Hidup yang Buruk
Banyak yang beranggapan dan menyalahkan obesitas disebabkan oleh gaya hidup yang buruk dan kurangnya aktivitas fisik. Bahkan kita sering mendengar orang yang obesitas adalah orang yang malas dan kurang motivasi. 
 
Faktanya, seseorang bisa mengalami obesitas karena banyak faktor. Meskipun pola makan yang kurang sehat dan kurangnya olahraga mungkin berperan, ada beberapa faktor lain yang berkontribusi terhadap peningkatan obesitas. 
 
Bagi kebanyakan orang, obesitas bukan hanya akibat dari membuat pilihan yang buruk dalam hidup. Stres, kesehatan tidur, hormon, kondisi medis, faktor genetik, dan berbagai faktor lingkungan dan ekonomi lainnya juga menunjukkan bukti kontribusi terhadap peningkatan terjadinya obesitas.
 
Oleh karena itu, penangan obesitas bagi tiap orang akan berbeda, tergantung faktor penyebabnya.
 
Mitos #2 Penurunan Berat Badan Akan Memperbaiki Semua Masalah Kesehatan
Penurunan berat badan dapat mengurangi berbagai resiko masalah kesehatan. Namun faktanya, penurunan berat badan juga bisa menyebabkan masalah kesehatan.
 
Penurunan berat badan dapat meningkatan kesehatan secara keseluruhan, tapi juga berkaitan dengan stres psikologis, gangguan hormon, dan komplikasi metabolik. Penurunan berat badan yang terlalu cepat juga dapat menyebabkan kehilangan masa otot dan menurunkan metabolism, menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi, masalah tidur, batu empedu, dan komplikasi lainnya. Terkadang, penurunan berat badan juga dapat memengaruhi kesehatan mental dan emosional Anda.
 
Sehingga penting untuk Anda berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi untuk mendapatkan cara menurunkan berat badan yang sehat.
 
Mitos #3 Penurunan Berat Badan Hanya tentang Kalori Masuk dan Kalori Keluar
Jika Anda sedang mencoba menurunkan berat badan, Anda mungkin pernah mendengar ungkapan “kalori masuk vs. kalori keluar”. Dengan kata lain, untuk menurunkan berat badan Anda hanya perlu membakar lebih banyak kalori (kalori keluar) daripada yang Anda makan (kalori masuk).
 
Faktanya, meskipun pentingnya kalori untuk menurunkan berat badan tidak dapat disangkal, namun jenis pemikiran ini terlalu sederhana. Makronutrien seperti protein, lemak, dan karbohidrat dapat memiliki efek beragam pada tubuh. 
 
Kalori yang dikonsumsi memengaruhi jumlah energi yang digunakan. Makanan yang Anda makan juga dapat memengaruhi hormon yang mengatur kapan dan seberapa banyak Anda makan. Beberapa makanan dapat menyebabkan perubahan hormon yang mendorong penambahan berat badan. Namun makanan lain dapat meningkatkan perasaan kenyang dan meningkatkan tingkat metabolisme. Penelitian menunjukkan bahwa makan lebih sedikit karbohidrat sambil meningkatkan asupan lemak dan protein kemungkinan akan menyebabkan penurunan berat badan yang lebih besar daripada sekadar mengurangi asupan kalori.
 
Mitos #4 Berkurangannya Berat Badan Adalah Ukuran Penting Kesuksesan Diet
Hampir sebagian besar program penurunan berat badan dan makan sehat berfokus pada angka di timbangan. Tetapi penelitian menunjukkan bahwa berfokus pada penurunan berat badan sebagai satu-satunya ukuran keberhasilan bukan hanya tidak efektif, tetapi juga dapat merusak secara psikologis.
Faktanya, kesuksesan diet harus diukur dari kesehatan, bukan penurunan berat badan. Kunci sukses jangka panjang adalah berfokus pada membuat pilihan yang sehat mengenai diet dan olahraga, bukan tentang jumlah berat badan yang kamu kurangi.
 
Mitos #5 Banyak Makan Buah dan Sayuran dapat Mengatasi Obesitas
Faktanya, preferensi makanan dan kurangnya pendidikan tentang makanan sehat mungkin berperan lebih besar pada obesitas. Preferensi mengenai makanan berperan lebih kuat dalam membuat pilihan makanan sehat. Diperlukan pengetahuan mengenai diet dan kesehatan.
 
Obesitas adalah kondisi kesehatan yang kompleks. Masih banyak yang belum kita ketahui mengenai obesitas. Oleh karena itu, orang cenderung mengasosiasikannya dengan mitos/hal-hal belum tentu benar. Jika Anda mengalami obesitas, mengetahui kebenaran dapat membantu Anda mendapatkan penanganan yang tepat yang Anda butuhkan.
 
Salam sehat!
 
Referensi:
Healthline. Diakses pada 2022. 5 Myths and Facts About Obesity
Kemenkes RI. 2018. Factsheet Obesitas – Kit Informasi Obesitas

Mengenal Resistensi Insulin Faktor Risiko Diabetes Melitus

Pernahkah Anda mendengar istilah resistensi insulin? Sebenarnya apa itu resistensi insulin? Kabarnya resistensi insulin ini bila dibiarkan akan berkembang menjadi diabetes tipe 2.

Resistensi insulin adalah kondisi yang menandakan bahwa tubuh Anda tidak lagi dapat merespons kerja insulin sebagaimana mestinya alias kebal terhadap insulin. Saat tubuh tak lagi sensitif dengan keberadaan insulin, glukosa tidak dapat masuk ke sel tubuh untuk dipecah menjadi energi sehingga akhirnya tetap berada di dalam aliran darah. Akibatnya, gula darah Anda pun tinggi yang dikenal dengan istilah hiperglikemia. Pada tingkatan yang lebih parah, kondisi ini dapat menyebabkan diabetes tipe 2. Dokter akan mendiagnosis sebagai PRE-DIABETES, dimana kadar glukosa darah berada di atas normal tetapi belum masuk pada kriteria diabetes tipe 2.

 

Siapakah yang berisiko mengalami resistensi insulin?

Anda berisiko bila:

  • Berat badan berlebih atau obesitas
  • Berusia 45 tahun atau lebih
  • Memiliki orang tua atau saudara yang menderita diabetes
  • Kurang bergerak
  • Menderita kondisi kesehatan tertentu, seperti tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol yang tidak terkontrol
  • Memiliki riwayat diabetes gestasional, yakni diabetes yang muncul selama kehamilan
  • Melahirkan bayi dengan berat di atas 4 kg
  • Memiliki riwayat penyakit jantung atau stroke
  • Menderita sindrom ovarium polikistik (PCOS)

Beberapa faktor risiko di atas juga meningkatkan risiko penyakit jantung.

 

Apa gejala dari resistensi insulin?

Resistensi insulin bisa saja tidak memunculkan gejala apa pun selama bertahun-tahun sehingga sulit terdeteksi. Meskipun umumnya tak bergejala, Anda juga perlu waspada apabila muncul beberapa gangguan kesehatan yang mirip dengan gejala diabetes yang mungkin mengarah kepada resistensi insulin.

Gejala yang mungkin muncul seperti kelelahan, mudah lapar, sulit berkonsentrasi, dan muncul akantosis nigrikans, yaitu gangguan kulit seperti bercak hitam pada belakang leher, pangkal paha, dan ketiak. Biasanya kondisi ini juga disertai dengan tanda-tanda, seperti terjadinya penumpukan lemak di sekitar perut, meningkatnya kadar gula darah, dan kadar kolesterol naik.

 

Bagaimana mendiagnosis resistensi insulin?

Tidak ada pemeriksaan khusus untuk menetapkan resistensi insulin. Umumnya pemeriksaan yang dilakukan berkaitan dengan diagnosis pre-diabetes dan diabetes seperti:

  • HbA1C (mengukur kadar gula darah rata-rata seseorang selama 2 - 3 bulan),
  • gula darah puasa dan gula darah 2 jam PP.

 

Bagaimana cara mencegah resistensi insulin?

Walau resistensi insulin dapat meningkatkan risiko penyakit seperti diabetes dan jantung, kabar baiknya kondisi ini ternyata tetap dapat dicegah dan diperbaiki dengan penerapan GAYA HIDUP SEHAT, yaitu:

  • Olahraga dan aktif bergerak. Aktivitas fisik dapat membuat insulin lebih sensitive. Lakukan setidaknya olah raga 30 menit/hari seperti jalan cepat minimal 5 hari dalam 1 minggu.
  • Berat badan ideal. Jika seseorang yang obesitas atau dengan berat badan berlebih mampu menurunkan berat badan 5-7%, secara signifikan dapat mengurangi resiko diabetes.
  • Pola makan sehat. Konsumsi makanan utuh dan minim proses seperti buah, sayur, biji-bijian utuh, kacang, polong-polongan, daging tanpa lemak seperti ikan dan dada ayam tanpa lemak.

Selain olahraga, menjaga berat badan ideal dan menjalankan pola makan sehat, hal lain yang tidak kalah penting adalah istirahat yang cukup, kelola stress dengan baik dan hindari merokok.

Tidak ada kata terlambat untuk berubah!

 

Bila Anda beresiko, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter terkait kondisi resistensi insulin ini, termasuk bagaimana cara pencegahan atau pengobatannya.

 

Sumber:

American Diabetes Association

https://www.cdc.gov/diabetes/basics/insulin-resistance.html (diakses tanggal 12 November 2021)

https://www.webmd.com/diabetes/insulin-resistance-syndrome (diakses tanggal 12 November 2021)